Page 19 - Napak Tilas Sumedanglarang
P. 19
melengkung mirip selendang (malela) selama tiga hari tiga malam sehingga ia berkata “ Ingsun Medal Ingsun Madangan” (Ingsun artinya “saya”, Medal artinya lahir dan Madangan artinya memberi penerangan) maksudnya “Aku lahir untuk memberikan penerangan” dari kata-kata tersebut terangkailah kata Sumedang. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata Insun Medal yang berubah pengucapannya menjadi Sumedang dan kata Sumedang bisa diambil juga dari kata Su yang berarti baik atau indah dan Medang adalah nama sejenis pohon (Litsia Chinensis) sekarang dikenal sebagai pohon Huru, dulu pohon medang banyak tumbuh subur di dataran tinggi sampai ketinggi 700 m dari permukaan laut seperti halnya Sumedang merupakan dataran tinggi.
Setelah selesai bertapa Batara Tuntang Buana segera turun gunung dan menggantinya namanya menjadi Prabu Tajimalela (Taji = tajam, Malela = selendang) dikenal pula sebagai Prabu Agung Resi Cakrabuana dan Kerajaan Hibar Buana diganti menjadi Sumedanglarang, kata Sumedanglarang dapat juga diartikan sebagai “tanah luas tidak ada tandingnya” (Su= bagus, Medang = luas dan Larang = jarang bandingannya). Prabu Tajimalela dianggap sebagai pokok berdirinya Kerajaan Sumedang dan merupakan raja pertama Kerajaan Sumedanglarang (721 – 778) yang berkedudukan
Tembong Agung Darmaraja dibekas kerajaan Prabu Guru Aji Putih. Setelah wafat Prabu Tajimalela dimakamkan di puncak Kabuyutan Gunung Lingga terletak di Desa Cimarga Kecamatan Cisitu Sumedang.
Kemunculan Sumedanglarang sejalan dengan kasus kemunculan kerajaan Talaga. Dirintis oleh tokoh Praburesi (masa itu jabatan resi/pendeta lebih tinggi daripada raja sehingga banyak raja di tatar Sunda menjabat sebagai pendeta juga), tumbuh otonom tetapi yuridis berada dibawah Galuh.
Foto : Makom Prabu Tajimalela di Gunung Lingga.
12

