Page 78 - Napak Tilas Sumedanglarang
P. 78

Selama berada di Sumedang Cut Nyak Dhien di tempatkan oleh Pangeran Aria Soeria Atmadja di rumah Haji Sanusi dibelakang Mesjid Agung Sumedang dan semua kebutuhan beliau dicukupi dengan baik. Pengasingan Cut Nyak Dhien oleh
pemerintah kolonial bermula di asingkan ke Batavia kemudian oleh Pangeran Aria Soeria Atmadja dibawa ke Sumedang karena waktu sebelum menjadi Bupati, Pangeran Aria Soeria Atmadja adalah selaku Kepala Pamong untuk wilayah Jawa dan Sumatra yang berkantor di Bogor. Ketika Cut Nyak Dhien diasingkan ke Jawa ada kesepakatan antara pemerintah Belanda dengan Pangeran Aria Soeria Atmadja bahwa Cut Nyak Dhien siap diterima di Sumedang.
Sumedang waktu itu dipimpin oleh Bupati yang bijaksana, adil dan taat. Dalam masa pengasingan Cut Nyak Dhien dilarang oleh pemerintah Kolonial Belanda dekat dengan masyarakat Sumedang, walaupun sudah usia lanjut + 70 tahun selama di pengasingan tetap tidak mau tinggal diam, semangat untuk menyampaikan ajaran Islam tetap tinggi, biarpun sudah dilarang oleh pemerintah Belanda Cut Nyak Dhien selalu memberikan pengajaran agama Islam dan ngaji kepada para pengikutnya maupun rakyat Sumedang. Cut Nyak Dhien di hati masyarakat Sumedang di anggap seorang Ibu Suci atau Ibu Perbu disamping dikenal sebagai Srikandi Nasional. Pada tanggal 6 November 1908 Cut Nyak Dhien wafat dimakamkan di Gunung Puyuh sebelah barat.
Wibawa yang dimiliki Pangeran Aria Soeria Atmadja bersumber dari empat hal : Kedudukannya sebagai Bupati, Ketaatannya dalam melaksanakan ajaran agama, Kepemimpinannya dan Disiplin pribadinya yang tinggi.
Pada masa pemerintahan Pangeran Aria Suria Atmadja mendapatkan warisan pusaka- pusaka peninggalan leluhur dari ayahnya Pangeran Aria Suria Kusumah Adinata , Pangeran Aria Suria Atmadja mempunyai maksud untuk mengamankan, melestarikan dan menjaga keutuhan pusaka. Selain itu agar pusaka merupakan alat pengikat kekeluargaan, kesatuan dan persatuan wargi keturunan leluhur Sumedang, maka diambil langkah sesuai agama Islam Pangeran Aria Suria Atmadja mewakafkan pusaka ia namakan sebagai “barang- barang banda”, “kaoela pitoein”, “poesaka ti sepuh”, dan “asal pusaka ti sepuh-sepuh” kepada Tumenggung Kusumadilaga pada tanggal 22 September 1912.
Proses pemindahan pusaka dari kekuasaan yang satu kepada kekuasaan berikutnya tidak dikuatkan dengan serah terima, administratifnya lebih atas dasar kepatuhan kepada tradisi. Lainnya bila diwakafkan sebagai bentuk perwujudan ajaran Islam, sodaqoh jariah harta bendanya dari milik pribadi menjadi barang wakaf, milik penciptaNYA milik Allah SWT. Wakaf PASA terdiri dari tanah darat, tanah sawah dan barang-barang peninggalan leluhur Sumedang, seperti Keris Pusaka, Mahkota Kerajaan Sumedanglarang, Gamelan-gamelan
71


































































































   76   77   78   79   80