Page 37 - Napak Tilas Sumedanglarang
P. 37

Di Kutamaya Prabu Geusan Ulun menunggu Jaya Perkosa dengan gelisah dan cemas, karena anjuran Nangganan yang mengira Senapati Jaya Perkosa gugur dalam medan perang agar Prabu Geusan Ulun segera mengungsi ke Dayeuh Luhur tanpa melihat dulu pohon hanjuang yang merupakan tanda hidup matinya Jaya Perkosa. Maka sejak itu Ibukota Sumedanglarang pindah dari Kutamaya ke Dayeuh Luhur. Keputusan Geusan Ulun memindahkan pusat pemerintahan ke Dayeuh Luhur sesungguhnya merupakan langkah logis dan mudah difahami. Pertama, dalam situasi gawat menghadapi kemungkinan tibanya serangan Cirebon, kedua benteng Kutamaya yang mengelilingi Ibukota belum selesai dibangun, ketiga, Dayeuh Luhur di puncak bukit merupakan benteng alam yang baik dan terdapat kabuyutan kerajaan.
Jayaperkosa kembali ke Kutamaya dengan membawa kemenangan tetapi ia heran karena Ibukota telah kosong sedang pohon hanjuang tetap hidup akhirnya Jaya Perkosa menyusul ke Dayeuh Luhur dan setelah bertemu dengan Prabu Geusan Ulun, ia marah menanyakan kenapa Sang Prabu meninggalkannya tanpa melihat pohon hanjuang dulu, setelah mendengar penjelasan dari Prabu Geusan Ulun bahwa pindahnya Ibukota atas anjuran Nangganan maka Jayaperkosa marah kepada Nangganan karena merasa di khianati oleh saudaranya bahkan membunuhnya dan meninggalkan rajanya sambil bersumpah tidak akan mau mengabdi lagi kepada Prabu Geusan Ulun. Setelah meninggalkan tuannya Jayaperkosa pergi ke puncak Gunung Rengganis kemudian tilem/Ngahiang dengan posisi menghadap ke selatan (Kabuyutan).
Terdengar kabar dari Cirebon terdengar bahwa Panembahan Ratu akan menceraikan Harisbaya sebagai ganti talaknya daerah Sindangkasih (Majalengka –sekarang) diberikan ke Cirebon akhirnya Prabu Geusan Ulun menikah dengan Harisbaya. Sebelum menikah dengan Harisbaya Prabu Geusan Ulun telah memiliki dua istri yang pertama Ratu Nyi Mas Cukang Gedeng Waru dan istri kedua Nyi Mas Pasarean dikaruniai seorang puteri Nyi Mas Demang Cipaku sedangkan dari Harisbaya istri ketiga Prabu Geusan Ulun tidak mempunyai keturunan. Pernikahan Prabu Geusan Ulun dengan Harisbaya menurut Pustaka Kertabhumi 1⁄2 (h.70) terjadi pada tanggal 2 bagian terang bulan Waisaka tahun 1509 Saka (10 April 1587 M) tertunda dua tahun sejak Harisbaya dibawa dari Cirebon, dalam Babad Limbangan ketika Harisbaya ikut sudah hamil dua bulan dengan demikian Pangeran Suriadiwangsa merupakan anak tiri Prabu Geusan Ulun, melainkan putera dari Pangeran Girilaya / Panembahan Ratu Cirebon. Prabu Geusan Ulun baru menikah setelah Harisbaya melahirkan Pangeran Suriadiwangsa.
30


































































































   35   36   37   38   39